Opini  

Menyimak Pesan-pesan Ilahi

Oleh: Jajat Munadjat
(Pemerhati Sejarah, Budaya, dan Agama)

Pesan-pesan Ilahi yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah ayat-ayat Tuhan yang dapat diklasifikasi menjadi dua kategori, yaitu ayat Kauniah dan ayat Qauliah, yang keduanya wajib dipercaya, diyakini, direnungkan, dipelajari, ditadabburi, dipahami, bila perlu dilakukan penelitian, pemaknaan lebih dalam melalui pendekatan iptek (ilmu pengetahuan teknologi) dalam kerangka peningkatan imtaq (iman taqwa) agar dapat lebih mengetahui dan mengenali Sang pemilik dan Sang pencipta-Nya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Agung, Yang Maha Kuasa, Yang Maha Pencipta, dan seterusnya dengan segala sifat sifat-Nya;

Adapun pengertian ayat Kauniyah adalah seluruh ciptaan Allah Subhana WaTa’ala yang ada di bumi, di langit dan di alam semesta beserta seluruh isinya, yang diciptakan sebagai media untuk dapat lebih memahami, mengenali, merenungi akan keberadaan dan kekuasaan Allah Ta’ala Yang Maha Esa secara utuh, komprehensif, dan integrated;

Sementara ayat Qauliyah dapat dipahami sebagai Qalamullah atau seluruh firman Allah yang disampaikan kepada Nabi dan Rasul melalui Malaikat Jibril, dan menerusksannya kepada para ummatnya untuk menjadi pedoman dan petunjuk bagi seluruh ummat manusia dalam mengarungi kehidupan didunia agar kiranya mendapatkan arah dan tujuan hidup yang jelas dan benar untuk meraih kebahagian dunia dan akhirat;

Dalam keyakinan seorang muslim wajiblah percaya kepada kitab-kitab-Nya, yakni ayat Tuhan atau firman Allah yang tertulis dalam kitab Zabur (Nabi Daud Alaihissalam), Taurat (Nabi Musa Alaihissalam), Injil (Nabi Isa Alaihissalam), dan Al Qur’an (Nabi Muhammad Shallallahu Ailaihi Wasallam), bahwa itu semua adalah Kalamullah (firman Allah) yang autentik dan terdokumentasikan dengan baik pada setiap masanya; Pada masa Rasulullah Firman Allah yang telah diwahyukan terekam secara sempurna dalam fikiran (hafalan), perasaan (iman), perbuatan dan tindakan sebagai suatu syari’at yang dimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari;

Setelah itu, pada zaman sahabat Rasulullah yang diawali oleh khalifah Abubakar Ashshiddiq dan atas usulan Umar bin Khattab agar tulisan firman Allah dapat dihimpun dari yang terpisah-pisah seperti yang ada pada: kulit domba, tulang onta, bebatuan, dedaunan, pelepah pohon kurma, serta lembaran lainnya, begitupun apa yang tertulis dan dihafalkan oleh sejumlah sahabat Rasul utamanya Zaid bin Zabit dan lain-lain, makanya upaya itu terus dilakukan hingga masa khalifah Umar bin Khattab, dan berlanjut ke khalifah Utsman bin Affan, pada masa inilah disempurnakan dan diselesaikan dengan membentuk Tim khusus atau semacam Kepanitiaan Penyusunan Mushaf Al Qur’an agar menjadi standar dalam keautentikannya, selanjutnya digandakan dan disebarkan atau didistribusi kewilayah kekuasaan khalifah pada masa itu; Demikian seterusnya bahwa Mushaf Al Qur’an akan terus terjaga dari zaman kezaman hingga akhir zaman nanti;

Dalam sebuah kesempatan pada halaqoh ngaji tadarrus tadabbur Al Qur’an di Masjid Al Amin Tamamaung yang dipandu oleh ustadz Umar Nurung, SPdi, MPdi Hafidzahullahu Ta’ala, sampailah pada kajian Surah Al An’am ayat 75 dan seterusnya; Disana menceriterakan proses pencarian Tuhan secara logis dan filosofis oleh sosok Nabi Ibrahim AlaihisSalam (Abraham) yang dikenal sebagai bapak agama Yahudi, Nasrani, dan Islam, karena dari keturunannyalah banyak melahirkan para Nabi dan Rasul termasuklah Nabi Musa Alaihissalam (Mozes), Nabi Isa Alaihissallam (Yesus), dan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam;

Ketika melihat bintang gemintang yang berbinar, cahaya rembulan yang lebih terang, dan sinar mentari yang lebih terang lagi, itukah yang disebut sebagai simbol atau personifikasi Tuhan, ternyata fikiran cerdas seorang Ibrahim berkesimpulan bahwa mustahil karena ketiganya itu tenggelam dalam perjalanan waktu dan pasti ada yang mengaturnya, yaitu Dialah zat Yang Maha Esa, Maha Mengatur, dan Maha Kuasa atas seluruh alam semesta yang sangat rapi, teratur, dan mengikuti Sunnahtullah;

Demikian salahsatu kisah Nabi Ibrahim dalam metode memahami konsep Tauhid yang termaktub dalam Surat Al An’am Ayat 75-79 (QS 6: 75-79), sekaligus menggambarkan proses keingintahuan, pencarian sesuatu hal yang terhampar di depan mata berupa ayat qauliah dan ayat kauniyah sebagai mutiara kebenaran dalam menyimak pesan-pesan Ilahi, Wallahu A’lam;;

Makassar, Oktober 2025

Jajat MM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *